Responsive Banner design
Home » » Financial Crisis

Financial Crisis


“Gubernur Bank Indonesia Boediono menyatakan, ancaman krisis keuangan global akan berlangsung selama enam bulan sampai satu tahun ke depan. Pemerintah harus siap menghadapi krisis keuangan dunia sampai 2009. Menurut Boediono, krisis keuangan global tersebut merupakan ancaman serius karena menyangkut negara-negara utama dunia. Dia meminta pemerintah merapatkan barisan menghadapi ancaman tersebut. “Jangan sampai krisis mempengaruhi rumah kita,” katanya setelah rapat dengan para menteri bidang ekonomi di Departemen Keuangan kemarin. Dia mengatakan, proses pemulihan krisis butuh waktu lama, sampai dua tahun. Krisis keuangan global itu bermula dari Amerika Serikat. Kredit perumahan di negeri itu macet dan membuat banyak firma keuangan bangkrut, seperti Lehman Brothers dan Washington Mutual. Salah satu perusahaan asuransi terbesar di dunia, American International Group (AIG), juga terkena imbasnya. Industri keuangan terguncang. Sampai-sampai Presiden George W. Bush meneken pengucuran dana talangan sebesar US$ 700 miliar atau sekitar Rp 6.500 triliun untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan AS.”

Hari-hari terakhir, di sela-sela kesibukan masyarakat merayakan Lebaran 2008 dan ritual mudik meski jalanan selalu macet dan kali ini sepanjang 25 kilometer kembali masyarakat perlahan dipusingkan akan datangnya krisis keuangan seperti cuplikan berita di atas. Konon mayoritas warga Amerika membeli asset-asetnya termasuk rumah dengan cara leasing. Sehingga macetnya pembayaran KPR tersebut berdampak hebat pada industri keuangan negara adidaya tersebut. Efek domino berikutnya eksistensi banyak perusahaan besar terancam ambruk.

Dan dampak dari “batuk atau demamnya” sang adidaya segera berpengaruh kepada tiga kekuatan ekonomi lainnya seperti Eropa, Jepang, China dan tidak ketinggalan negeri bernama Indonesia. Keempat pilar ekonomi dunia segera merata terkena imbas langsung dari krisis keuangan dari negeri dengan kekuatan ekonomi terbesar itu.

Hmm berat nian beban hidup, belum pulih dampak kenaikan bbm tempo hari bahaya krisis keuangan mengintai. Siapa yang bakal terkena dan paling menderita dapat dipastikan masyarakat Indonesia lapisan menengah bawah. Warga dengan kemampuan ekonomi menengah atas lumayan survive cukup dengan pengetatan ikat pinggang dan kelola-ulang konsumsinya. Bagaimana kalau nilai tukar rupiah mulai melambung akibat penarikan dana oleh investor asing. Belum lupa krisis moneter yang terjadi tahun 1997 yang meluluhlantakan kehidupan rakyat banyak. Belum lupa bunga KPR melejit tinggi menjadi puluhan persen dan masyarakat tidak mampu lagi membayar cicilan rumah. Sementara sekelompok masyarakat menengah atas tergiur bunga tinggi dan sibuk mendepositokan uangnya. Mandeglah sektor riil. Banyak perusahaan tutup atau menghentikan operasinya dan kembali buruh kecil menjadi korban.

Pemerintah akan diuji dalam melindungi rakyatnya dari hempasan krisis keuangan kali ini. Pemerintah kembali diuji manakala nilai tukar rupiah berpotensi terjun, harga barang dan jasa berangsur naik, dan inflasi pun bakal meningkat sementara pendapatan masyarakat cenderung tetap. Moral-nya Pemerintah haruslah heroik dan mengutamakan membela rakyat miskin dalam krisis ini. Mengendalikan inflasi dan stabilisasi harga kebutuhan pokok menjadi PR utama. Pertahankan juga sector riil dan selamatkan buruh kecil dari ancaman PHK.

Yang jelas dengan lesunya ekonomi keempat pilar global tadi akan berdampak langsung pada ekspor dan daya saing nasional yang saat ini sudah rendah. Perekonomian nasional banyak ditopang dari pendapatan ekspor dan apa jadinya manakala ekspor berkurang drastis. Darimana diperoleh tambalan penopang ekonomi nasional tersebut. Hal ini cukup berat dan semua berpulang kepada Pemerintah termasuk rakyatnya. Bisakah ketergantungan impor dikurangi dan penggunaan produk dalam negeri dimaksimalkan. Bisakah industri bertahan manakala harga bahan baku impor melonjak. Bisakah menggantinya dengan sumber daya dan bahan baku lokal.

Itulah lingkaran setan yang selama ini tidak mampu untuk dibendung. Namun ada satu fenomena saat krisis lalu masyarakat pedesaan memiliki tingkat survival tinggi. Kenapa, karena kebutuhan mereka dapat dipenuhi dengan sumber daya di sekitarnya. Hampir tidak ada barang impor yang mereka konsumsi. Bagaimana bagian masyarakat modern atau perkotaan. Akankah kita sanggup bertahan, kita sendiri yang bisa menjawab. Apakah kita bisa menggunakan produk sendiri serta mengurangi konsumsi produk impor. Bisakah kita mengganti makanana fast food dengan ubi, singkong atau nasi pecel. Bisakah kita memakai baju buatan penjahit lokal menggantikan baju bermerk yang selalu kita beli. Bila kita mampu beli mobil apakah kita memilih yang kandungan lokalnya paling tinggi. Bisakah kita mengorbankan gengsi dan gaya hidup metropolitan?

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog