Responsive Banner design
Home » » Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

Kredit Pemilikan Rumah (KPR)


Andaikan anda mengambil kredit pemilikan rumah (KPR) senilai 240 juta dengan uang muka 20% dan cicilan 10 tahun serta bunga 10% maka anda cukup membayar uang muka 48 juta, biaya administrasi, asuransi dan angsuran pertama sebesar 15 juta-an dengan nominal angsuran 2,5 juta per bulan. Rumah sudah bisa ditempati dan selanjutnya anda cukup mengangsur sebesar 2,5 juta rupaih per bulan untuk rates bunga tahun pertama. Asumsikan gaji anda 7 juta rupiah, karena bank akan menyetujui kredit anda dengan nilai angsuran sekitar sepertiga dari pendapatan konsumen.

Tiga bulan kemudian, andaikan ada institusi keuangan yang menawarkan pinjaman katakanlah 50 juta rupiah dengan jaminan cukup kontrak KPR anda, dan karena memang anda butuh buat beli peralatan rumah tangga, elektronik dan renovasi rumah, andapun menerima, karena syaratnya mudah. Konsekuensinya angsuran anda akan bertambah sebesar 1,2 juta rupiah selama lima tahun dengan asumsi bunga 5%. Jumlah beban angsuran per bulan sekarang bertambah menjadi 3,7 juta rupiah.

Ya sudah karena memang ingin meningkatkan taraf hidup maka bersakit-sakit dahulu dengan penghematan dan pengencangan ikat pinggang. Kebutuhan rumah tangga, listrik, air, spp anak, transport dan seterusnya tinggal tersisa 3,3 juta rupiah. Masih bisa jalan meskipun sangat pas-pasan, ya sekali kali ngutang dan dibayar bulan berikutnya. Gali tutup lobang seperti lagu bung Haji.

Karena situasi ekonomi flutuaktif dan cenderung memburuk, maka tahun kedua katakanlah bunga bank naik dari 10% menjadi 14% sehingga angsuran anda akan membengkaik menjadi total 4,3juta per bulan. Di saat yang sama harga kebutuhan sembako, barang dan jasa lainnya juga mengalami kenaikan, karena naiknya BBM misalnya. Dengan sisa 2,7 maka kondisi keuangan anda semakin memburuk kalau tidak bisa dikatakan skak mat. Didera berbagai kebutuhan sehari-hari yang semakin mahal, hutangpun semakin sering dan anda tidak sanggup lagi mencicil angsuran rumah dan angsuran konsumtif tadi. Kredit macet akhirnya menjadi pilihan terakhir anda.

Bagaimana kalau kejadian serupa menimpa seribu orang sepereti anda, atau sejuta orang atau dua puluh juta orang yang mengalami kredit macet. Perbankan akan menaikan suku bunga karena bank sentral menaikan suku bunga. Bank Sentral menaikan suku bunga agar perusahaan, institusi, lembaga tetap menaruh surat utangnya. Bank menaikan suku bunga agar nasabah tidak mengambil deposito dan tabungannya.

Barangkali itulah yang terjadi di Amerika Serikat dimana masyarakatnya tergiur berbagai dengan berbagai kredit produk derivative yang mensyaratkan secara mudah tanpa berpikir dampak berikutnya. Tentu critanya tidak sesederhana itu karena bisa saja konsumen segera menjual rumahnya (rumahnya banyak) atau mengembalikan ke pihak perbankan/broker, atau adanya regulasi lain yang meminimkan resiko konsumen misalnya. Namun saat penawaran rumah membludak dan orang tidak butuh rumah lagi maka jadilah kredit tetap macet. Manipulasi dan ketamakan dari broker atau lembaga keuangan serta tindakan asal untung dari banyak masyarakat yang akhirnya menjadi salah satu sebab dan menyeret datangnya krisis keuangan.

Saat ini Indonesia sudah mulai terkena imbasnya dimana bunga KPR berangsur naik dari semula 9 – 10% menjadi 14 sampai 15%. Tidak ada hujan dan angin namun pendapatan konsumen bakal tergerus oleh selisih kenaikan bunga tadi. Makin besar angsuran KPR akan semakin besar pula kenaikannya.

Apa yang bisa diperbuat pada kondisi ini. Apakah anda akan menjual rumah tersebut dan kembali menjadi kontraktor- orang yang mengontrak rumah. Hm pilihan menjual rumah nampaknya terlalu ekstrem kasihan keluarga, akhirnya ya anda harus mengencangkan ikat pinggang atau menjual asset lainnya untuk menombok. Anda akan bertahan dengan bersakit-sakit dahulu. Namun bagaimana kalau bunga bank terus membubung menjadi 17% , 20% atau lebih tinggi lagi. Kuatkah pendapatan anda menahan tingginya angsuran. Mudah-mudahan fundamental ekonomi nasional cukup tangguh, mudah-mudahan,,,,

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog