Responsive Banner design

Motor

Cukup seru melihat persaingan bisnis motor nasional antara Honda dan yamaha. Dengan market share hampir 5 juta unit per tahun tentunya cukup menggiurkan bertempur di pasar ini. Andaikan rerata harga satu motor sepuluh juta saja maka terdapat peluang sebesar lima puluh triliun per tahun yang bisa diperebutkan. Hmm jumlah yang cukup menggiurkan bagi sebuah industri. Honda adalah market leader dalam industri motor. Market sharenya diatas 50% dan tidak ada yang menggoyahkan dominasinya beberapa tahun terakhir. Motor Honda terkenal kuat dan handal meskipun dari sisi harga dan teknologi kadang sama atau lebih mahal. Justru teknologi yang biasa itu sekaligus sebagai strength dalam reliability produk. Yamaha adalah penguasa market dibelakangnya. Meksipun awalnya pangsa pasarnya hanya sekitar separo dari pasar honda namun makin lama Yamaha dapat meningkatkan market share disaat merk lainnya turun atau stagnan. Honda memang market leader namun mengalami stagnan dan nampak sulit meningkatkan penjualan. Memang sharenya sudah sangat besar, yakni lebih dari dua juta motor per tahun namun pertumbuhan tetap menjadi target pabrikan berlogo bergambar sayap ini.

Bisnis motor tidak semata alat transportasi. Banyak aspek yang mempengaruhi hasil akhir persaingan. Ada factor harga, model, teknologi, cara pembelian dan juga harga BBM yang turut andil membentuk kondisi persaingan. Pada awalnya Honda membuat motor dengan desain menarik, mesin reliable meskipun harganya relatif mahal. Perkembangan industri motor mengalami fluktuasi menarik. Sempat muncul motor china dengan penawaran harga yang murah dan hampir setengah harga motor jepang. Dasar jepang adalah negara industri dan capital yang ulet gaya bersaingnya lantas dengan spontan memberikan jawaban. Dibuatlah motor dengan model lama dan sparepart murah serta harganya beda tipis dengan motor china. Pasar dibuat sedikit chaos dengan banyaknya motor murah yang ditawarkan. Sempat berseliweran motor china di jalanan saking harganya begitu terjangkau. Bahkan modelnya meniru habis-habisan model dari jepang. Namun tidak lama orang kembali membeli motor jepang karena harganya beda tipis namun kehandalan teruji dan brandingnya jepang. Ditambah makin banyaknya masalah teknis yang mendera motor china praktis pelan tapi pasti ambruklah industri motor china dilibas industri jepang. Dengan hilangnya pesaing dari negeri tirai bamboo itu maka pasar terbuka kembali bagi persaingan keras sesama merk jepang.

Yamaha adalah merk yang cukup ternama sejak dulu. Boleh dikatakan sejajar dengan nama besar Honda. Dalam beberapa hal motor berlogo garputala ini bahkan lebih unggul ketimbang Honda seperti manuver dan modelnya. Hukum alamiah terjadi manakala sebagai market leader Honda sedikit terlena dan puas dengan penetrasi pasarnya. Seiring gencarnya iklan di media Yamaha terus mencari terobosan model dan pasar. Yamaha juga tidak pelit dengan teknologi. Banyak teknologi canggih diterapkan di produknya. Puncaknya adalah ketika dengan innovatif melemparkan produk jenis skuter. Padahal sebelumnya ada merk korea yang melempar jenis skutik di pasar, namun tidaklah sukses. Disamping harganya mahal factor terbatasnya spareparts, purna jual, service dan kurangnya brand turut berpengaruh atas kegagalan merk negeri ginseng itu. Kali ini Yamaha mengemas konsep sebuah produk dengan fungsi, harga, merk, model yang berbeda. Model tetep skutik namun ukuranya lebih kompak, harganya juga jauh lebih murah, produknya sangat user friendly dan tetap handal. Skutik dengan brand Mio itu menjadi market leader di pasar nasional. Dengan model menarik, kompak, handal dan harga sepuluh jutaan Mio menuai sukses besar. Jutaan unit dilempar ke pasar dan disambut antusias pengguna motor. Mengendarai mio ibaratnya hanyalah ngegas dan ngerem dimana keduanya dilakukan oleh tangan. Kaki hanya digunakana saat motor berhenti. Jadilah skutik Mio sebagai moda transportasi baru yang gaya dan sangat praktis. Ditambah cara kepemilikan motor yang didukung oleh institusi pembiayaan yang mudah, bunga murah dan kadang tanpa DP, bisnis motor makin mengalami boast.

Cerita Mio ibarat gambaran model innovatif yang mendobrak pasar dengan buah kesuksesan. Yamaha juga mengembangkan variant bebek dengan sentuhan teknologi tinggi serta variant motor kopling dengan model dan teknologi terkini. Jadilah rangkaian modelnya mencapai kesuksesan dengan membukukan peningkatan penjualan setiap tahunnya. Meskipun harga barang dan jasa selalu meningkat seiring kenaikan BBM, kesempatan kerja terbatas dan situasi perekonomian nasional lesu, bisnis motor nampak tetap bergairah. Hal ini masuk akal manakala motor memiliki nilai fungsi sekaligus investasi dan bahkan bagi sebagian orang merupakan kebutuhan dasar. Akhirnya Yamaha terus mengalamai pertumbuhan pasar manakala merk lain turun dan stagnan.

Honda sebagai market leader tidak ingin dipencundangi dua kali. Teknologi tinggi, model dan variant pun dikembangkan. Bila dulu Honda terkenal pelit dengan teknologi sekarang mulai unjuk gigi. Bahkan dengan ancaman Yamaha yang semakin kuat Honda mencoba mencari terobosan. Selain menurunkan varian skutik untuk bersaing di pasar Honda juga mengupgrade teknologi dan menjajagi jenis motor baru. Yang terakhir adalah keluarnya model gabungan antara jenis bebek dan jenis kopling. Jadilah motor gado-gado yang dipromosikan bakal mudah bermanuver di jalan jelek dan di tengah kemacetan kota. Belum bisa dikatakan terobosannya membawa sukses dan butuh waktu untuk melihat keberhasilan. Sementara Yamaha tentunya tidak akan tinggal diam dan akan terus menyaingi sang market leader. Merk lainnya seperti Suzuki dan Kawasaki-pun tidak akan duduk diam melainkan terlibat persaingan sengit dalam meraup ceruk pasar motor.

Doin’ Nothing

Pernahkah anda memperhatikan keadaan sekitar anda. Gampangnya keadaan dari rumah sampai kantor anda. Pernahkah anda memperhatikan dua atau lima tahun terakhir. Bila anda katakanlah dari rumah ke kantor pada tahun 2003 apa yang anda ingat. Jalanan macet dan semrawut. Tranportasi buruk, armada bus, kopaja, angkot juga saling serobot. Pernahkah anda merenungkan keadaan itu sekarang. Selain kesemrawutan dan buruknya armada transport sekarang ditambah rusaknya jalan dan merajalelanya kapling jalan atas nama busway. Jalan yang hanya tiga atau bahkan dua lajur-pun dikapling buat busway. Konon busway ini mengadopsi kesuksesan serupa di Bogotta. Namun sebuah sumber menjelaskan keberhasilan busway di Bogotta karena salah satunya kondisi jalan di sana begitu lebar, sampai enma belas lajur, jadi kalaupun diambil satu kapling buat busway tidaklah bermasalah. Berbeda dengan kita yang semua menyadari busway bukanlah solusi mengatasi kemacetan akut, namun tetep dipaksakan. Di Koran orang pinter bilang solusinya adalah menambah ruas jalan, mengatur tegas perilaku pengendara dan membangun mass rapid transport- MRT. Istilah MRT biasanya mengacu entah itu kereta bawah tanah/subway atau monorail di atas jalan. Artinya moda ini tidak mengganggu jalan yang sudah ada. Ada juga semacam kereta-traim yang rel-nya di tengah jalan dan masih bisa dilewati kendaraan lain. Lha kalau busway kita ini caranya mbeton jalan je,,dan banyak motor terjengkang saat menyeberang beton pembatas. Siapakah busway itu yak ok begitu kuasa dan melebihi kepentingan rakyat sekalipun.

Itulah pembangunan fisik dan prasarana yang nampak tidak berubah dan yang ada justru makain merana. Kita seolah tidak berbuat sesuatu kecuali saling berlomba, cakar mencakar, sodok menyodok sehari-hari mencari nafkah. Beban ibuko Negara ini semakin berat harus menanggung dua puluh juta rakyat yang setiap hari berlomba mencari nafkah karena pekerjaan yang sulit, kemakmuran hanya mimpi dan banyak yang bunuh diri karena lapar dan malu.

Barangkali dua puluh tahun silam bilapun keadaan masyarakat tidaklah makmur namun sumber daya alam masih banyak. Lha sekarang, yang bernama hutan saja setiap hari konon hilang sebanyak enam lapangan bola atau 360000 meter persegi, gila ya. Kita adalah perusak hutan nomor wahid di dunia ini. Tidak ada nilai tambah dan inovasi yang kita lakukan kecuali secara tamak menebang dan menjual gelondongan kayu hutan untu segera menjadi uang dan penopang konglomerasi mereka yang memiliki hak pengelolaan hutan. Lha ini hutan milik rakyat dan anak cucu kok dikapling dan dikelola seenaknya, gabungan antara penguasa dan pengusaha, enak yaa. Ntar kalau sudah negeri ini hancur, carut marut dan rakyat marah karena perut lapar, mereka tinggal lari tunggang langgang ke china, singapura atau Malaysia. Hmm nggak ada rasa kebangsaan sedikit pun yaa. Lha hutan sendiri saja dirampok untuk kepentingan golongan dan Pribadi emang mana punya rasa kebangsaan . Sangat-sangat minus.

Pajak yang dibayarkan pada kemana yaa. Konon bayarkan pajaknya dan awasai penggunaannya. Gimana caranya, kalau bayar jelas memang kata saktinya adalah kewajiban rakyat, tidak bayar pajak artinya nggak patuh hokum. Lha ngawasi penggunananya gimana caranya, gimana salurannya, gimana aksesnya. Coba hitung di satu kabupaten saja ada berapa ratus ribu roda empat dan berapa juta roda dua. Pernah dihitung secara mudah sebuah daerah memiliki 500 ribu kendaraan mobil dan dua juta roda dua. Dengan pajak mudahnya dua ratus ribu untuk motort dan sejuta untuk mobil maka sudah akan terkumpul 900 milyar rupiah per tahun. Ini hitungan mudah lho. Dan daerah tadi hanya menganggarkan di bawah 10 milayr untuk perbaikan jalan. Ya pantaslah kalau 70% jalan menjadi makin rusak, berlobang dan bila hujan mirip bendungan menggenang. Hanya 10 milyar saja dan tidak jelas berapa yang bener untuk menambal jalan dan berapa lagi yang dikorupsi. Yang 890 milyar itu kemana yaa, apa hilang ditelan bumi. Coba hitunglah secara sederhana pendapatan pajak hanya dari kendaraan bermotor. Belum dari PBB dari PPN dan seterusnya, semuanya dipajakin namun nggak jelas keman perginya.

Tahun 1980-an masih terlihat pembangunan jalan, pembangun sekolah, kantor, pasar, pertokoan maupun fasilitas umum lainnya. Nampak alamiah dan ada Harapan manakala ada pembangunan fisik bagi masyarakat luas. Lha sekarang pembangunan apa yang dilakukan ya. Itu monas sudah ada sejak Soekarno, Gelora Senayan juga, Semanggi juga. Jadi apa yang dibangun, oh paling hanya mall dan perumahan yang semuanya tidak melalui amdal yang layak sehingga berdampak makin memacetkan jalan dan menambah banjir manakala hujan karena resapan tanah berubah fungsi.

Tidak ada Harapan apaun saat ini. Hingar bingar pilkada, pilpres dan sebagainya hanyalah pesta sekelompok kecil orang yang rebutan jabatan belaka. Manakala menjadi bupati, gubernur atau presiden tindakannya sama saja dan tidak ada yang membangun untuk rakyat. Makin banyak rakyat golput dan tidak melihat manfaat bagi mereka artinya pilkada pilpres ini itu. Ketimbang nyoblos mending waktunya buat narik becak atau nguli untuk makan hari itu. Terlampau banyak rakyat lapar dan pusing sekedar memastikan hari ini bisa makan.

Tiga tahun lagai jalanan bakal tidak bergerak karena memang jalan banyak rusak dan makin semrawut. Jangan salahkan pertambahan mobil karena itu terjadi dimanapun. Jangan mengkambinghitamkan sebagian rakyat makin banyak beli mobil hingga jalan ngga bisa nampung, namun coba Tanya pada perencana jalana, pengelola jalan. Dan bagaimana pekerjaan mereka lima atau sepuluh tahun lalu. Tidakkah mereka mempersiapkan dan mengantisipasi sedemikian jauh-jauh hari dan membangun infrastruktur. Kita hanyalah menyerap 400 ribu setahun mobil dan 5 juta motor. Sementara Negara lain ada yang sejuta, lima juta atau bahkan lima belas juta per tahunnya. Jadi bandingkanlah juga dengan Negara lainnya. Jangan kuper kumpret dan selalu menyalahkan hal lain manakala pemerintah dan pengelola negeri ini yang memang salah. Tidak beces mengantisipasi dan membangun. Itulah hakekat adanya sebuah Negara, yakni membangun agar rakyatnya sejahtera.

Lihatlah sekitar, Malaysia, singapura, Taiwan, korea, china, Thailand dan bahkan Vietnam. Semuanya maju dan terjadi pembangunan besar-besaran. Negara itu sudah mulai memetik hasilnya. Jalanan lebar dan mulus, jalan tolo banyak sekali. Prasarna melimpah dan rakyatnay bias bekerja tenanag karena memang banyak lapangan kerja dan investor masuk. Berbanding 900 derajat dengan kita. Makin suram, rakyat lapar, investor tidak mau masuk, pejabat rebutan jabatan dan pilkada ini itu dan puncaknya adalah rusaknya moral, amburadulnya pengelola Negara, menumpuknya hutang, kacaunya birokrasi, habisnya hutan, tambang dan minyak kita tanpa bekas sedikitpun !!
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog