Responsive Banner design
Home » » Pajak Oh !

Pajak Oh !



Belakangan ini banyak orang disibukan dengan pengisian SPT atau setoran pajak-nya. Kadang serba salah, sudah bayar pajak, dipotong dimuka dan harus membuat laporannya. Apalagi ditambah pemberitaan uang pajak banyak diselewengkan, hmm makin manyun aja. Apa dong yang didapat dengan membayar pajak kalau ternyata ditilep juga. Imbal baliknya tidak jelas kemana. Jalanan tetep macet dan rusak, fasilitas publik hampir tidak ada yang nyaman. Rumah Sakit, Sekolah dan Transportasi juga semakin mahal dengan pelayanan dan kenyamanan yang minim. Lebih kesel dengan iklan di TV “himbauan” menajdi warga yang baik dan pembayar pajak yang patuh. Bayar pajaknya dan awasi penggunaannya, tanpa menyebutkan bagaiman mengawasinya. Akses apa yang disediakan untuk ikut “mengawasi” penggunaan dari pajak tersebut. Kenapa tidak dilaporkan ke public, berapa banyak hasil pengumpulan pajak, diaudit oleh badan audit independent, kalau perlu yang internasional, dijelaskan digunakan untuk ini, itu dan ini. Dengan bukti fisik yang masyarakat bisa melihat, dan seterusnya. Saat ini masyarakat masih buta kemana larinya pajak yang dipotongkan dari gajinya maupun dari asetnya. Padahal pos pajak begitu banyak dan besar jumlahnya. Sebut saja pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, pajak jual beli, dan seterusnya. Sekedar menghitung mudah, sebuah pemda tingkat II misalnya memiliki sejuta kendaraan roda dua dan dua ratus ribu roda empat. Dari kedua obyek tersebut saja bisa dihitung mudah berapa setidaknya pemda tersebut mendapat pemasukan pajak.

Bukan rahasia lagi dinegeri dengan budaya korup sangat tinggi ini, terlanjur nancep di benak public departemen atau lahan yang basah bagi pegawai pemerintah. Diantara departemen itu- menurut persepsi public- adalah pajak dan bea cukai. Kedua domain ini nampak deras dengan mengalirnya dana dari masyarakat maupun dari pelaku bisnis. Tentu tidak bermaksud men-genalisir seolah semua staf pajak dan bea cukai adalah korup. Banyak juga yang lurus dan jujur, namun tidak sedikit pula yang memanfaatkan peran-nya untuk memperkaya diri. Saat audit pajak atas suatu perusahaan misalnya, umumnya diperoleh banyak temuan dan kurang pajak misalnya. Namanya administrasi dan birokrasi, tentu tidak semua detail lengkap dan sempurna. Temuan atau kekurangan ini umumnya kan harus dibayar, beserta dendanya, dan disetorkan ke Negara. Nah pada tahap ini bila terjadai kerjasama dan saling lirik antar pengusaha dan petugas pajak, bisalah mereka menempuh “win-win” solution. Bisa - tanpa setor dalam jumlah besar, dan laporan beres. Memang tidak sebesar seharusnya, namun ternyata juga tidak disetorkan ke pos yang seharusnya - melainkan diselewengkan.



Makin menipisnya sumber daya alam yang bisa diperoleh Negara untuk membiayai operasional pemerintah menjadikan pos pajak semakin penting posisinya. Pajak menjadi tumpuan oleh pengelola Negara untuk memperoleh pendapatan guna menggaji peeagawainya, membiayai operasional dan mestinya membangun fasilitas umum. Daya saing yang semakin turun dan terjadinya defisit perdagangan ekspor impor semakin memposisikan Negara tergantung atas pajak. Beragam pajak dari jaman Belanda digelar dalam rangka memungut sebagian pendapatan masyarakat atas nama Negara. Celakanya masyarakat semakin bingung dengan imbal balik dan pengelolaan berbagai fasilitas publik. Sekedar menyebutkan satu atau dua contoh saja fasilitas public yang nyaman, saat ini sangat susah. Tidak heran seolah banyak yang menjadi tidak rela harus membayar pajak ini itu. Banyak himbauan, semangat dan boikot untuk tidak membayar pajak. Bila ini terjadi tentu Negara juga yang rugi. Tanpa pajak-pun, beban rakyat terus bertambah banyak. Lapangan pekerjaan yang semakin susah, tingkat upah rendah dan makin tingginya biaya hidup, menempatkan masyarakat katakanlah sebagai sapi perahan belaka. Seolah masyarakat hanya menjadi target dan obyek dari hiruk pikuknya kehidupan bernegara.



Benahi soal pajak dan jadikan semakin transparan, mendesak dilakukan. Ketimbang setiap hari adu mulut, cekcok, berpolitik, maneuver, perang syaraf yang orang capek mendengarnya, mendingan segera benahi pajak memajak ini. Bila perlu libatkan masyarakat dalam unjuk kerja dari proses pajak ini. Mungkin pembayar pajak mendapakan receipt dan laporan dari alokasi pajak setiap tahun misalnya. Sehingga terjadi kontrol atas pajak oleh rakyat. Namun kalau rakyat terus seolah “dobodohi” belaka, jadilah warga yang baik, bayarlah pajak, taatlah pajak, apa kata akhirat dan seterusnya – sementara uang pajaknya raib entah keman, tentunya hal ini sangat mengusik keadilan. Jadi hargailah setiap rupiah pajak dari rakyat artinya cucuran keringat dan amanah luar biasa yang harus dijunjung tinggi.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog